Disebuah sore entah dari mana sebuah surat sampai kepada saya. Terik matahari mulai surut dan angin bertiup dalam frekuensi yang sangat nyaman. Sebuah lagu pilihan sepasang teman saya yang baru menikah dua minggu kemarin terdengar nyaring, dimensi ruang saya seakan berubah menjadi sebuah kedai kopi imajiner disebuah sudut kota kecil dengan kaca besar di depan, sehingga saya dapat melihat pemandangan diluar dan saya duduk sendiri dengan secangkir kopi espresso menghadap kaca besar tersebut. Yah, kadang perasaan sentimentil muncul tanpa diundang seperti anak SD yang sangat menginginkan sebuah sepeda namun isi tabungan tanah liatnya jauh dari cukup untuk membeli sadelnya saja.
Pikiran saya kembali pada surat yang sedari tadi hanya saya pandangi tanpa saya baca. Ternyata dari teman saya, dia bercerita mengenai berbagai hal dalam hidupnya akhir-akhir ini dalam suratnya tersebut. Dia merasa beruntung mendapatkan banyak teman-teman baik disekelilingnya, pekerjaan tetap, kutipan-kutipan bijak mengenai hidup, gaya humornya yang menurut saya aneh, jadwal sosialisasi yang padat dan lain-lain. Sekilas nampak lengkap. Tapi diujung badan surat, teman saya bilang ia merasa otaknya kosong (secara temporary pastinya) karena merindukan seseorang tapi tidak mampu untuk menyampaikannya. Klise, tapi semua orang mungkin juga mengalaminya kalo saya tidak salah menyimpulkan.
Well, saya tidak begitu fasih pada sektor yang satu ini dan mendengarkan merupakan salah satu cara yang baik untuk mempelajarinya bagi saya.
Seperti secangkir kopi, jika krim dan gula berada dalam takaran yang pas (tentu sesuai selera) semua sensasi berada pada tempatnya...tepat diujung lidah anda. Seperti saat Kaldi pertama kali mencicipi biji kopi bersama kambing gembalanya...LOL
Tapi pada akhirnya, ini hanyalah sebuah surat, secangkir kopi dan udara sore.
Sebenarnya banyak yang ingin saya sampaikan dalam surat balasan yang akan saya kirimkan kelak pada teman saya, tapi yang terbersit dalam benak saya pada saat itu hanya...
there's plenty of time left today
if it's not too late for coffee
and then we'll see ... I'll be on your air at ten
Pikiran saya kembali pada surat yang sedari tadi hanya saya pandangi tanpa saya baca. Ternyata dari teman saya, dia bercerita mengenai berbagai hal dalam hidupnya akhir-akhir ini dalam suratnya tersebut. Dia merasa beruntung mendapatkan banyak teman-teman baik disekelilingnya, pekerjaan tetap, kutipan-kutipan bijak mengenai hidup, gaya humornya yang menurut saya aneh, jadwal sosialisasi yang padat dan lain-lain. Sekilas nampak lengkap. Tapi diujung badan surat, teman saya bilang ia merasa otaknya kosong (secara temporary pastinya) karena merindukan seseorang tapi tidak mampu untuk menyampaikannya. Klise, tapi semua orang mungkin juga mengalaminya kalo saya tidak salah menyimpulkan.
Well, saya tidak begitu fasih pada sektor yang satu ini dan mendengarkan merupakan salah satu cara yang baik untuk mempelajarinya bagi saya.
Seperti secangkir kopi, jika krim dan gula berada dalam takaran yang pas (tentu sesuai selera) semua sensasi berada pada tempatnya...tepat diujung lidah anda. Seperti saat Kaldi pertama kali mencicipi biji kopi bersama kambing gembalanya...LOL
Tapi pada akhirnya, ini hanyalah sebuah surat, secangkir kopi dan udara sore.
Sebenarnya banyak yang ingin saya sampaikan dalam surat balasan yang akan saya kirimkan kelak pada teman saya, tapi yang terbersit dalam benak saya pada saat itu hanya...
there's plenty of time left today
if it's not too late for coffee
and then we'll see ... I'll be on your air at ten
No comments:
Post a Comment